Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukota di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. yang memiliki jumlah pemuda-pemudi terbanyak sebesar 13,2 juta jiwa. Hal yang sangat menonjol di Jawa Barat sendiri adalah kebudayaan kesundaan dimana kebudayaan kasundaan ini sarat dengan ragam kesenian yaitu kesenian yang fokus terhadap pemanfaatan alat musik dari sumber daya alam seperti dari bambu, pelepah pohon kawung, kayu dan lain-lain.. Suatu hal yang sangat positif, karena selain memanfaatkan penggunaan sumber daya alam juga ikut mengembangkan kebudayaan kesenian kesundaan yang sangat kental di Jawa Barat.
Bandung sebagai pusat kota yang padat dengan kegiatan perekonomian dan kegiatan kebudayaan merupakan tempat yang banyak memiliki wadah bagi para pemuda-pemudi di Jawa Barat. Selain wadah-wadah yang dinaungi Pemerintahan juga masih banyak terdapat wadah-wadah tempat menampung aspirasi kepemudaan yang independen ( berdiri sendiri).
Kontribusi pemuda-pemudi terhadap pengembangan kebudayaan kesenian kesundaan ini sangat mempengaruhi nilai kebudayaan yang hampir punah. Dengan adanya kontribusi dari pemuda-pemudi ini setidaknya kebudayaan kesundaan dapat bertahan dan masih terus berkembang sampai dengan sekarang, walaupun banyak pengaruh-pengaruh kebudayaan asing yang masuk dan jelas tidak dapat dihindari serta disangkalkan.
Karinding
Gerakan pemuda-pemudi dalam mengembangkan dan mempertahankan kebudayaan kesundaan ini tidak lepas dari hasrat pemuda-pemudi di jalur musik yang mereka minati contohnya jalur musik independent yaitu Underground (metal). Kami biasa menamakan kasundaan independent yang memiliki arti nilai kesundaan yang berdiri sendiri dengan banyak memasukkan/mengkolaborasikan unsur musik yang sedang banyak diminati pemuda-pemudi jaman sekarang dengan musik sunda tradisional.
Awal dari kasundaan independen ini diawali dengan persinggungan scene musik independen Bandung tahun 2000an dengan kesenian tradisional sunda yang dapat ditelusuri sejak tahun 2006, ketika sayap termuda komunitas metal Ujung Berung Rebels, Bandung Death Metal Syndicate menggelar pergelaran Bandung Death Feast II. Dalam pergelaran ini para penggerak sepakat menampilkan dua kesenian tradisional sunda yaitu debus dan pencak silat, yang semakin diperkuat dengan mengangkat semboyan yang meninggikan harga diri scene local “Panceg Dina Galur” (tetap dalam jalur) serta lambang dua buah kujang sebagai identitas sunda.
Setelah pergelaran inilah kedekatan scene Ujung Berung dengan penggiat kesenian sunda semakin erat. Bandung Death Fest III yang digelar 9 Agustus 2008 di Yon Zipur dan bagian dari Helarfest 2008, semakin memanjangkan semboyannya menjadi “Panceg Dina Galur, Moal Ingkah Najan Awak Lebur” (tetap dalam jalur, tidak akan pergi walaupun tubuh hancur) selain tentu mempertahankan kebudayaan sunda seperti rajah dan debus sebagai bagian dari gig di pagelaran itu.
Kedekatan itu mengantarkan para metalhead Ujung Berung sebagai pemuda penggeraknya untuk semakin mempelajari tradisi sunda. Di setiap acara underground ataupun pagelaran musik mahasiswa yang digelar kelompok kampong adat sunda metalhead Ujung Berung selalu di undang. Datang beramai-ramai jelas untuk menyemarakkan acara. Penggiat juga konsisten terus-menerus menghadiri acara-acara serupa, hingga akhirnya Ujung Berung Rebels kemudian mendapat julukan khusus sebagai kelompok kampung adat sunda underground.
Para penggiat yang sudah memiliki bekal dan keahlian yang cukup dalam mempelajari alat musik sunda dan kesenian sunda, mengangkat satu jenis alat musik yang bernama karinding dimana karinding merupakan salah satu alat musik tradisional sunda. Yang dibuat di beberapa tempat di Jawa Barat, seperti daerah Citamiang, Pasirmukti, Tasikmalaya, karinding sendiri dibuat dari pelepah pohon kawung. Tetapi karinding yang berasal dari daerah limbangan dan cililin dibuat dari kayu. Cara memainkan karinding yaitu dengan dipukul ujungnya menggunakan jari telunjuk sampai bergetar, dan resonasi serta iramanya diatur oleh mulut.
Masuk tahun 2009, gairah mendekati kesenian tradisional kesundaan semakin tak terbendung. Hal ini didukung dengan datangnya seorang musisi karinding, mang engkus, yang kemudian dijuluki Dewa Karinding Swasta.
Karinding dengan cepat menyebar dan menjadi popular di kalangan scenester, salah seorang penggerak yang berasal dari komunitas underground yang juga sudah lama menggeluti kesenian sunda ini yang bernama kimung menamakan grup karinding tersebut dengan sebutan “Karinding Attack”. Yang akhirnya dimulailah era pengkolaborasian karinding dengan music underground dan jenis musik lainnya seperti kecapi asal jepang, jazz dan lainnya.
Sebuah gairah tanpa akhir yang terus bersambung dari jaman ke jaman. Dan kini giliran scene ini ternyata yang memberikan perhatian khusus dalam pengembangan tradisi kesundaan.
Kesimpulan
Pergerakan pemuda-pemudi di Jawa Barat sangat berpotensi dilihat dari hal yang awalnya hanya menjadi hobi yang diminati dapat menghasilkan sesuatu yang berbeda demi perkembangan budaya di Jawa Barat tanpa merubah pakem adat sundanya sendiri.